Aer Terkini - ADA empat lilin yang menyala di dalam sebuah kamar, sedikit demi sedikit lilin tersebut habis meleleh dan suasana terasa begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka.“Aku adalah Damai. Namun manusia tak mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan diriku saja.”Demikianlah sedikit demi sedikit sang Lilin Damai padam. “Aku adalah Iman. Sayang aku tak berguna lagi. Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkan Lilin Iman tersebut.
Dengan sedih giliran lilin ketiga berbicara, “Aku adalah Cinta. Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi
memandang dan menganggapku berguna. Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mecintainya, membenci keluarganya.” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin Cinta tersebut.
Tanpa terduga, anak pemilik rumah itu masuk ke dalam kamar untuk mengambil ‘benda-benda’ miliknya di sana, dan melihat ketiga lilin telah padam. Karena dia tidak bisa melihat jelas dalam gelap, ia berkata : ” Ekh, apa yang terjadi? Kalian harus tetap menyala, Aku tidak mau rumahkuu gelap !”
Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.
Apa yang tidak pernah mati hanyalah harapan. Harapan yang ada dalam hati kita. Dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat seperti anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan harapannya
Tulisan ini telah dipublikasikan oleh banyak orang, tanpa diketahui siapa penulis sebenarnya. Entah, apakah ini cerita rakyat atau kisah dari seorang filsuf, kami tidak mengetahuinya. Kembali kami mempublikasin kisah ini karena cukup bermanfaat sebagai perenungan bagi kita, khususnya pembaca
Dengan sedih giliran lilin ketiga berbicara, “Aku adalah Cinta. Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi
memandang dan menganggapku berguna. Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mecintainya, membenci keluarganya.” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin Cinta tersebut.
Tanpa terduga, anak pemilik rumah itu masuk ke dalam kamar untuk mengambil ‘benda-benda’ miliknya di sana, dan melihat ketiga lilin telah padam. Karena dia tidak bisa melihat jelas dalam gelap, ia berkata : ” Ekh, apa yang terjadi? Kalian harus tetap menyala, Aku tidak mau rumahkuu gelap !”
Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.
Apa yang tidak pernah mati hanyalah harapan. Harapan yang ada dalam hati kita. Dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat seperti anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan harapannya
Tulisan ini telah dipublikasikan oleh banyak orang, tanpa diketahui siapa penulis sebenarnya. Entah, apakah ini cerita rakyat atau kisah dari seorang filsuf, kami tidak mengetahuinya. Kembali kami mempublikasin kisah ini karena cukup bermanfaat sebagai perenungan bagi kita, khususnya pembaca
Tidak ada komentar:
Posting Komentar