Sabtu, 07 Mei 2011

JAMUR / FUNGI PADA SERASAH MANGROVE


JAMUR / FUNGI PADA SERASAH MANGROVE

 

Fungi

Fungi adalah nama regnum dari sekelompok besar makhluk hidup eukariotik heterotrof yang mencerna makanannya di luar tubuh lalu menyerap molekul nutrisi ke dalam sel-selnya. Fungi memiliki bermacam-macam bentuk. Awam mengenal sebagian besar anggota Fungi sebagai jamur, kapang, khamir, atau ragi, meskipun seringkali yang dimaksud adalah penampilan luar yang tampak, bukan spesiesnya sendiri. Kesulitan dalam mengenal fungi sedikit banyak disebabkan adanya pergiliran keturunan yang memiliki penampilan yang sama sekali berbeda (ingat metamorfosis pada serangga atau katak).

Fungi memperbanyak diri secara seksual dan aseksual. Perbanyakan seksual dengan cara :dua hifa dari jamur berbeda melebur lalu membentuk zigot lalu zigot tumbuh menjadi tubuh buah, sedangkan perbanyakan aseksual dengan cara membentuk spora, bertunas atau fragmentasi hifa. Jamur memiliki kotak spora yang disebut sporangium. Di dalam sporangium terdapat spora. Contoh jamur yang membentuk spora adalah Rhizopus. Contoh jamur yang membentuk tunas adalah Saccharomyces. Hifa jamur dapat terpurus dan setiap fragmen dapat tumbuh menjadi tubuh buah.


Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan ekosistem mangrove secara keseluruhan. Perubahan kondisi fisik lingkungan (terjadinya intursi air laut, abrasi pantai dan lain-lain) dan biologi (rusaknya tempat yang digunakan berbagai jenis hewan sebagai tempat mecari makan, berkembang biak dan memijah berbagai jenis ikan dan udang). Pemanfaatan berbagai jenis fungi yang diperkirakan berperan dalam proses dekomposisi serasah daun mangove merupakan salah satu usaha yang dapat digunakan untuk memanfaatkan potensi biologis yang terdapat pada ekosistem mangrove.

Posisi fungi dalam taksonomi

Fungi dulu dikelompokkan sebagai tumbuhan. Dalam perkembangannya, fungi dipisahkan dari tumbuhan karena banyak hal yang berbeda. Fungi bukan autotrof seperti tumbuhan melainkan heterotrof sehingga lebih dekat ke hewan. Usaha menyatukan fungi dengan hewan pada golongan yang sama juga gagal karena fungi mencerna makanannya di luar tubuh (eksternal), tidak seperti hewan yang mencerna secara internal. Selain itu, sel-sel fungi berdinding sel yang tersusun dari kitin, tidak seperti sel hewan.

Cara hidup

Fungi hidup menyerap zat organik dari lingkunganya. Berdasarkan cara memperoleh makannya, fungi mempunyai sifat sebagai berikut:
- Saprofit
- Parasit
- Mutual

Habitat

Fungi hidup pada lingkungan yang beragam namun sebagian besar jamur hidup di tempat yang lembab. Habitat fungi berada di darat (terestrial) dan di tempat lembab. Meskipun demikian banyak pula fungi yang hidup pada organisme atau sisa-sisa organisme di laut atau di air tawar. Jamur juga dapat hidup di lingkungan yang asam.

Reproduksi

Fungi melakukan reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan kuncup atau tunas pada jamur uniselule serta pemutusan benang hifa (fragmentasi miselium) dan pembentukan spora aseksual (spora vegetatif) pada fungi multiseluler. Reproduksi jamur secara seksual dilakukan oleh spora seksual. Spora seksual dihasilkan secara singami. Singgami terdiri dari dua tahap, yaitu tahap plasmogami dan tahap kariogami.



Klasifikasi

Fungi diklasifikasikan menjadi 6 klasifilasi:
- Zygomycota
- Ascomycota
- Basidiomycota
- Deuteromycota
- Mikoriza
- Lumut Kerak

Daun tersusun dari 61% berat kering bebas abu sebagai protein, daun gugur proteinnya sekitar 3,1%, sedangkan yang terdekomposisi menjadi partikulat detritus mengalami peningkatan kandungan protein mencapai 22%. Detritus inilah yang menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk berbagai jenis satwa.
kemudian serasah terurai menjadi bagian yang lebih kecil (detritus) menurut penelitian daun yang telah terurai ini mengandung vitamin B12, detritus ini kemudian dimakan oleh jasad renik seperti zooplankton, udang, kepiting,ikan kecil (kebanyakan hewan ini memiliki nilai ekonomis tinggi seperti fase juvenil udang, kepiting) yang selanjutnya hewan kecil ini akan dimakan oleh karnivora terutama ikan.

Detritus mangrove juga dimanfaatkan oleh hewan lain seperti kerang (Anadara granusa), (Oyster crassostrea), Udang ( Acetes) yang dapat digunakan sebagai terasi, Kepiting renang (Scylla serrata) dan banyak ikan seperti Mugil spp, bandeng (Chanos chanos) dan Lates calcaciter. Sebagai detritus ini sangat penting dalam produktivitas mangrove sayangnya, hutan alami yang ada jauh lebih sedikit daripada kemampuannya untuk memberikan fungsi ini.

Kira-kira 10% produksi daun mangrove dikonsumsi dalam bentuk daun segar oleh hewan herbivora, sisanya masuk kedalam ekosistem dalam bentuk detritus, sebgai misal adalah hutan mangrove di Prapat agung Bali Barat yang menggugurkan daunnya dimusim kering tapi lantai hutannya tidak tertutup
daun karena serasah yang jatuh kelantai hutan dimakan dan dibawah masuk kedalam liang oleh kepiting yang sangat banyak dijumpai.

Lebih dari 90% daun mangrove dimakan atau ditimbun oleh kepiting dalam waktu 3 minggu sejak gugur dan memasuki sistem lagi sebagai eksresi detritus yang diperkaya dengan fungi, bakteri dan dengan yang tumbuh didalamnya.

Jika kepiting ditiadakan maka proses dekomposisi daun dapat memakan waktu 6 minggu. Dalam aliran energi di Mangrove daun memegang peranan penting karena ia merupakan sumber nutrisi sebagai awal rantai makanan.Serasah yang jatuh di lantai mangrove mengalamai proses dekomposisi baik secara fisik maupun biologis, secara fisik daun mengalami pengopyokan oleh arus air laut, paparan sinar matahari, penggenangan secara periodik, dan dimamah oleh kepiting. Secara biologis Serasah ini kemudian mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang memiliki kemampuan mendegradasi jaringan daun.

Teridentifikasi beberapa jenis Mikrobia degradasi satu diantaranya Aspergillus niger, yang memiliki selulose. Juga terdapat jenis fungi Cirrenalia macrocephala. Disamping di degradasi secara biologis serasah juga mengalami proses fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan gelombang air, proses dekomposisi ini menghancurkan daun secara bertahap sehingga strukturnya tidak lagi dikenali dan molekul-molekul organik diuraikan menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana seperti karbon dioksida, air dan komponen mineral.

Aspergillus sp.

Taksonomi fungi Aspergillus sp.
Kingdom : Myceteae
Divisio : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Species : Aspergillus sp.



Karateristik Aspergillus sp.

Koloni pada medium PDA diameternya mencapai 9 cm dalam 5 hari, bersporulasi lebat dan pada awal pertumbuhan membentuk lapisan padat yang terbentuk oleh konidiofor-konidiofor berwarna coklat kekuningan yang cepat berubah menjadi coklat kehijauan. Tangkai konidiofor bening, dan umumnya berdinding tebal dan menyolok. Kepala konidia berbentuk bulat, kemudian merekah menjadi kolom-kolom yang terpisah. Vesikula berbentuk bulat hingga semibulat, dan berdiameter 25-50 μm. Fialid terbentuk langsung pada vesikula atau pada metula (pada kepala konidia yang besar), dan berukurn (10-15) x (4-8) μm. Metula berukuran (7-10) x (4-6) μm.

Konidia berbentuk bulat hingga semibulat, berdiameter 5-6,5 μm, berwarna kuning kecoklatan. Habitatnya sangat umum dijumpai di daerah tropis dan banyak ditemukan pada tanah, serasah, rempah-rempah, jagung dan  serealia (Gandjar, 1999).










Manfaat Aspergillus sp. antara lain:

Genus Aspergillus dan genus Penicillium merupakan fungi antagonis yang mempunyai daya antibiotik yang berperan dalam ketahanan tanaman (Djafaruddin, 2000; Yulianto, 1989). Menurut Darkuni (2001), Aspergillus sp. dan Penicillium sp. juga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P dan K. Aplikasi Aspergillus sp. dan Trichoderma harzianum dapat meningkatkan pertumbuhan atau produktivitas tanaman seperti tanaman jagung terutama di tanah–tanah marginal (Isroi, 2008).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar