Dalam rangka Festival Teater Jogja 2010 yang diselenggarakan oleh Yayasan Umar Kayam dan Taman Budaya Yogyakarta, Teater Amarta Bantul akan mementaskan adaptasi naskah Obrok Owok-owok Ebrek Ewek-ewek karya sastrawan besar Indonesia Danarto yang juga dikenal dalam kurikulum sekolah era sekarang. Judulnya adalah Bayang-bayang Bambu. Adalah sebuah lakon yang mempunyai muatan cukup mendalam terhadap isu pendidikan, hak cipta, batik, dan hal penting lainnya. Kesemuanya itu dikemas dalam alur lakon yang juga kuat pesan moral dan sosialnya.
Dikisahkan, misalnya, adanya hubungan sosial antara tokoh profesor dan penjual batik. Belum lagi pada tokoh-tokoh lainnya yang mewakili profesi kebanyakan masyarakat. Di dalamnya ada konflik-konflik soal hubungan kerja dan sejenisnya. Yang akhirnya memberikan pelajaran bahwa kita harus arif menghadapi sejumlah kemungkinan konflik itu.
Dari sini bisa dibaca bahwa naskah yang ditulis pada 1973 dan pernah di mainkan pada 1976 masih sangat relevan untuk situasi sekarang. Dalam pentas ini, Teater Amarta memang mengadaptasi lakon tersebut, tidak mementaskannya secara utuh. Kita tahu, dalam hal pengedepanan tokoh profesor, misalnya, bisa memberikan gambaran soal isu dunia pendidikan. Tokoh yang dianggap mengetahui segalanya ini harus mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat. Tentu saja, ia tidak bisa menyombongkan kedudukannya sebagai profesor sehingga malah ”tidak nyambung” dalam membangun komunikasi dengan profesi lain.
Kemudian penjualan batik. Hal ini bisa relevan dengan isu batik yang belakangan ini masih juga muncul sebagai isu menyangkut hak cipta yang pernah hendak diklaim milik Malaysia, namun akhirnya diakui secara sah menjadi milik Indonesia, melalui UNESCO sejak 3 Oktober 2009. Dalam penggarapan lakon ini nanti pun isu soal batik akan diberikan porsi memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar