Jumat, 09 Juli 2010

Mimpi Indah Dari Gunung Sampah

 
Aer Terkini - Belasan, bahkan puluhan truk berwarna oranye bertuliskan Truk Pengangkut Sampah DKI Jakarta, memasuki Jalan Raya Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Truk-truk itu berjalan beriringan menuju Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gerbang.

Setelah melalui jembatan timbang, truk-truk itu langsung menuju lahan penimbunan sampah seluas 110,3 hektar di kawasan yang membelah tiga kelurahan di Kecamatan Bantar Gebang, Bekasi, yaitu Kelurahan Ciketik Udik, Kelurahan Cikiwul dan Kelurahan Sumur Batu.



Begitu truk berhenti, puluhan pemulung langsung menaiki bak truk sampah untuk mencari bahan-bahan sampah yang masih bisa didaur ulang atau dijual lagi. Biasanya para pemulung ini adalah masyarakat yang tinggal tak jauh dari pinggiran TPST Bantar Gebang. Tumpukan sampah sejak tahun 1989 ini telah menciptakan sejumlah bukit-bukit atau gunungan sampah yang tinggi.

Sementara itu, tumpukan sampah yang sudah puluhan tahun diuruk dengan tanah sehingga, sedikit demi sedikit menjadi bukit yang hijau dengan rerumputan dan pohon rindang. Sebuah gagasan pun muncul untuk membuat sebagian tempat penampungan sampah ini menjadi kawasan obyek wisata. Lalu, bagaimana dengan masalah bau sampah yang mengganggu?

"Ya tidaklah. Kalau sampah yang sudah lama lalu diangkut ke sini memang bau. Kalau sudah diolah kan tidak bau lagi. Sampah-sampah itu selalu kita tutup dengan tanah, sehingga masalah bau tidak begitu terlalu. Memang kita tidak bisa menghilangkan 100 persen baunya, tapi lama-kelamaan akan hilang," kata Kepala Dinas Kebersihan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Eko Bharuna, dalam bincang-bincang bersama detikcom, Jumat (2/7/2010) lalu.

Eko menjelaskan, dari lahan penampungan sampah milik Pemprov DKI Jakarta di Bekasi ini, sebenarnya sudah ada tempat Pusat Studi dan Penelitian Penanganan Sampah. Di tempat ini para pelajar seriang datang untuk belajar tentang sampah.

Diakui Eko, TPST Bantar Gebang merupakan tempat penampungan sampah terbesar di Indonesia yang menampung sekitar 6.000 ton sampah per hari. Nah, dari lahan seluas
110,3 hektar milik Pemprov DKI Jakarta itu, sekitar 40 hektar lahan yang dikelola rekanan PT Godang Tua Jaya rencananya akan dibangun tempat wisata. Rencananya, selain tempat wisata, juga akan dibangun semacam lahan outbound, tempat pelatihan daur ulang, tempat pelatihan pembuatan pupuk kompos, bahkan rencana membuat lapangan golf.

"Ya karena banyak menghasilkan kompos di sini. Ya bisa jadi lahan ini menjadi lahan wisata, di mana sekarang sudah banyak ditanami sejumlah pepohonan dan buah-buahan. Kalau semakin hijau lahan itu, tentunya Pemprov DKI Jakarta sangat
mendukung, karena menunjang kegiatan yang sudah ada," katanya.

Terkait rencana pembangunan Wisata Sampah ini, Direktur Utama PT Godang Tua Jaya Rekson Sitorus mengakui kalau hal itu masih dalam taraf wacana. "Itu direncanakan bila seluruh pembangunan teknologi instalasi pengelolahan sampah selesai seluruhnya pada akhir tahun 2013 nanti. Itu kalau semua instalasi clear. Ini baru wacana, karena banyak hal yang harus dikonsultasikan dengan pemerintah, pemda setempat dan instansi lainnya," ungkapnya kepada detikcom di ruang kerjanya di kantor TPST Bantar Gebang, Bekasi, Kamis (1/7/2010) lalu.

Oleh karena itu, bagaimana konsep lahan Wisata Sampah itu pun, Sitorus belum bisa menjelaskannya. "Konsep wisata seperti apa? Ini kan baru wacana. Jadi, konsepnya seperti apa, masih akan dibicarakan dahulu. Jangan sampai ini menjadi tempat wisata, tapi pengunjung yang datang malah menjadi penyakitan," jelasnya seraya tersenyum.

Tapi yang jelas, lanjut Sitorus, konsep tentang pemikiran bahwa TPST Bantar Gebang akan menjadi lahan wisata sudah ada. Selama ini, menurutnya, ada paradigma salah yang berkembang di hampir semua kalangan masyarakat, bahwa sampah itu identik dengan kumuh, kotor, jorok, sumber penyakit dan membawa bencana. "Kita ubah paradigma itu bahwa sampah bisa diolah menjadi barang yang berguna, bisa menjadi sumber daya ekonomi masyarakat, bisa menyediakan lapangan kerja. Kira-kira seperti itulah," ujarnya.

Sebenarnya ungkap Sitorus, sejak awal di TPST Bantar Gebang telah dilakukan proyek penghijauan dengan penanaman sejumlah pohon di kawasan Bufferzone. Selain itu, juga telah dilakukan pembibitan tanaman hutan dan buah sebanyak 100.000 pohon, yang nantinya akan ditanam di sekitar wilayah TPST itu.

"Saya kira, bila semua pembangunan telah selesai semua. Masyarakat akan banyak tertarik mengunjungi TPST. Mereka bisa mengetahui bagaimana sampah-sampah itu
dikelola, didaur ulang, dibuat kompos bahkan sampai menjadi tenaga listrik,"
ujarnya lagi.

Bila semua pembangunan instalasi teknologi pengelolaan sampah ini selesai semua
dan tempat wisata ini diperkirakan akan menyerap sekitar 1.200 orang tenaga kerja. "Sekarang tenaga kerja yang sudah terealisasi, baik dari kalangan masyarakat sekitar maupun pemulung sekitar 350 orang. Kalau ada lahan wisatanya, tentunya akan memancing perekonomian di sekitar sini, mungkin orang berjualan atau tempat hiburan lainnya," imbuh Sitorus.

Sitorus menegaskan, sebenarnya tak tepat bila disebut dengan Wisata Sampah, tapi Wisata Lingkungan. Ide ini muncul melihat volume kunjungan masyarakat, pemerintah pusat dan daerah serta lembaga-lembaga lainnya untuk melihat cara menangani dan mengelola sampah. "Makanya manajemen kita telah merencanakan akan membangun nurseri tanaman perkotaan, demplot tanaman padi dan palawija sebagai pemanfaatan kompos dan landscape," terangnya.

Sebagai perusahaan yang ditunjuk melalui tender investasi untuk mengelola sampah di TPST Bantar Gebang pada tahun 2008 lalu, PT Godang Tua Jaya diserahi tugas
peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan dan pengoperasian TPST. Sementara
perusahaan ini juga melakukan joint operation dengan PT Navigat Organic Energy
Indonesia (NOEI) untuk mengelola sampah menjadi energi listrik.

Dijelaskan Sitorus, tugas yang diberikan kepada perusahaannya itu untuk meningkatkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang menjadi TPST. Tujuannya
agar usia pemakaian lahan bisa diperpanjang minimal hingga 20 tahun. Selain itu,
bagaimana meningkatkan pengelolaan sampah serta pengendalian dampak lingkungan
dan sosialnya.

Kedua perusahaan rekanan Pemprov DKI Jakarta ini lalu merancang prasarana dan sarana baru yang sedang dan akan dibangun. Di antaranya, Fasilitas Pengomposan,
Struktur Sel Landfill, Thermal Process (Pyrolysis), Fasilitas Daur Ulang, Sanitary Landfill di tanah Enclave seluas 2,3 hektar, Sanitary Landfill untuk pengumpulan gas dan pembangunan pembangkit listrik.

Sitorus menambahkan, sejak tahun 2004 sebenarnya pihaknya telah memiliki fasilitas pengomposan untuk mengolah 300 ton perhari sampah organik, dengan produk kompos perhari rata-rata 60 ton. Namun kapasitas pengomposan sendiri akan ditingkatkan menjadi 1.000 ton per hari. Makanya akan dibangun sarana pengomposan. Mulai dari tempat penerimaan sampah (waste receiving area), Bangunan Pemilahan (sorting plant), Bangunan Pecampuran (mixing pile), Bangunan Windrows, Bangunan Pencacahan dan Pengayakan, Bangunan Penggranulan dan Peralatan Pengemasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar